Followers

Thursday, 30 August 2012

keadilan tertinggi adalah ketidak adilan tertinggi



TEMPO.COLumajang - Gara-gara mencuri cabai, tiga anak usia belasan tahun harus mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 2B Kabupaten Lumajang. Meraka adalah EF, 15 tahun; B, 15 tahun; dan F, 15 tahun. E, salah seorang bocah yang dipenjarakan ini masih berstatus siswa kelas II SMP.
Kepala Seksi Pembinaan Anak Didik dan Kegiatan KerjaLapas Lumajang Martono mengatakan ketiga bocah ini sudah mendekam di lapas Lumajang sejak dua minggu yang lalu. "Sudah dua minggu dititipkan di lapas," kata Martono, Selasa, 14 Agustus 2012.
Tiga anak ini dikumpulkan dengan tahanan lainnya yang juga masih di bawah umur di sel khusus anak. Di tahanan tersebut, ada juga 10 anak di bawah umur.
Ketiganya menjadi tahanan Kejaksaan Negeri Lumajang setelah kasusnya dilimpahkan oleh Polsek Candipuro. "Saat ini kasusnya ditangani kejaksaan," kata Kepala Kepolisian Sektor Candipuro, Ajun Komisaris Sutopo.
Menurut Sutopo anak-anak itu ditangkap aparat Kepolisian Sektor Candipuro setelah ketahuan mencuri cabai seberat 20 kilogram. Pencurian ini dilakukan di lahan milik H Makhrus, warga Dusun Sumbersari, Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Lumajang.
Mereka melakukan pencurian pada awal Agustus lalu dengan cara memetik cabai sekitar pukul 17.00 dan memasukkannya dalam karung plastik.
Kepala Kepolisian Sektor Candipuro Sutopo mengatakan Makhrus menangkap tangan tiga anak itu ketika tengah memeriksa lahannya. "Dengan dibantu warga, ia langsung melaporkan anak-anak ini ke polisi," kata Sutopo.
Di hadapan penyidik Polsek Candipuro, anak-anak itu mengaku mencuri cabai dan uang hasil penjualan cabai curian itu dipakai untuk jajan. Cabai seberat 20 kilogran itu dijual seharga Rp 14 ribu perkilonya.
Tiga anak ini juga mengaku sudah dua kali mencuri cabai kebun Makhrus. Yang pertama, dilakukan pada hari yang sama sekitar pukul 12.00. Ketika itu, mereka bisa mendapatkan uang Rp 94 ribu.
Lantaran dirasa kurang, mereka mencuri lagi hingga kemudian tertangkap. Total kerugian akibat aksi pencuriannya sekitar Rp 280 ribuan.

Tuesday, 28 August 2012

GADAI DAN FIDUSIA



PENGERTIAN GADAI
Gadai berasal dari terjemahan kata “pand ( bahasa Belanda) atau “pledge” atau “pawn” (bahasa Inggris).
Pasal 1150 KUHPerdata
 “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan”.
Artikel 1196 vv, titel 19 Buku III NBW
“Hak Kebendaan atas barang bergerak untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan”.

DASAR HUKUM GADAI
  1. Pasal 1150 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1160 Buku II KUH Perdata.
  2. Artikel 1196 v v, titel 19 Buku III NBW.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1970 tentang perubahan PP no. 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian.
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.
SUBJEK
Pemberi Gadai (pandgever)
Orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga.
Unsur Pemberi Gadai :
         Orang atau Badan Hukum
         Memberikan jaminan berupa benda bergerak
         Kepada Penerima Gadai
         Adanya pinjaman uang



OBJEK
Penerima Gadai (pandnemer)
Orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikannya kepada Pemberi Gadai.
Badan Hukum di Indonesia yang ditunjuk untuk mengelola lembaga gadai adalah Perusahaan Gadai, didirikan berdasarkan :
  1. PP No. 7/1969 Tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian.
  2. PP No. 10/1970 tentang Perubahan atas PP No. 7/1969 Tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian.
  3. PP No. 103/2000 tentang Perum Pegadaian.

PERUM PEGADAIAN
Maksud dan Tujuan
  1. Turut menghindarkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah kebawah melalui penyedian dana atas dasar hukum gadai dan jasa dibidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan perundangan lainnya
  2. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya (Pasal 7 PP No. 103/2000 tentang  Perum Pegadaian.
Kegiatan Usaha
  1. Menyalurkan Uang Pinjaman berdasarkan Jaminan Fidusia
  2. Pelayanan Jasa Titipan
  3. Pelayanan jasa sertifikasi logam muliadan batu adi
  4. Unit toko emas
  5. Industri perhiasan emas
  6. Usah-usaha lain yang menunjang maksud dan tujuan tersebut diatas.
BENTUK DAN SUBSTANSI PERJANJIAN GADAI
Ketentuan tentang bentuk perjanjian gadai dapat dilihat dalam Pasal 1151 KUHPerdata.
Pasal 1151 KUHPerdata berbunyi “Perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk membuktikan perjanjian pokoknya.”
Bentuk, isi, dan syarat-syaratnya telah telah ditentukan oleh Perum Pegadaian secara sepihak. Hal-hal yang kosong dalam Surat Bukti Kredit (SBK) meliputi nama, alamat, jenis barang jaminan, jumlah taksiran, jumlah pinjaman, tanggal kredit, dan tanggal jatuh tempo.
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PEMBERI GADAI DAN PENERIMA GADAI
Hak Penerima Gadai (Pasal 1155 KUHPerdata) :
  1. Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan
  2. Menjual barang gadai, jika pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya.
Kewajiban Penerima Gadai (Pasal 1154, 1156, 1157 KUHPerdata) :
  1. Menjaga barang yang digadaikan sebaik-baiknya
  2. Tidak diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya, walaupun pemberi gadai wanprestasi.
  3. Memberitahukan kepada pemberi gadai (debitur) tentang pemindahan barang-barang gadai.
  4. Bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai, sejauh itu terjadi akibat kelalaiannya.
Hak Pemberi Gadai (Pasal 1155 KUHPerdata) :
  1. Menerima Uang gadai dari penerima gadai
  2. Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga dan biaya lainnya telah dilunasinya.
  3. Berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual untuk melunasi hutang-hutangnya.

Kewajiban Pemberi Gadai (Pasal 1154 KUHPerdata) :
  1. Menyerahkan barang gadai kepada penerima gadai
  2. Membayar pokok dan sewa modal kepada penerima gadai
  3. Membayar biaya yang dikeluarkan oleh penerima gadai untuk menyelamatkan barang-barang gadai.
HAPUSNYA GADAI
Hapusnya gadai telah ditentukan didalam pasal 1152 KUHPerdata dan Surat Bukti Kredit (SBK).
KUHPerdata Pasal 1152 ditentukan 2 cara hapusnya hak gadai, yaitu :
  1. Barang Gadai itu hapus dari kekuasaan pemegang gadai, dan
  2. Hilangnya barang gadai atau dilepaskan dari kekuasaan penerima gadai surat bukti kredit.
JAMINAN FIDUSIA
Istilah Fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu fiduce, sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan.
Fidusia juga lazim dikenal dengan eigendom overdract (FEO), yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas kepercayaan.
Pengertian dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia :
“Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu”.

Pengertian Fidusia menurut A. Hamzah dan Senjun Manulang :
Suatu cara pengoperan pemilik dari pemiliknya (Debitur) berdasarkan perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan hutang debitur) sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh Debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun beziter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur eigenaar.
Pengertian Jaminan Fidusia dalam UU Nomor 1 ayat 2 UU No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana yang maksud dalam undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.
UNSUR FIDUSIA
Unsur-unsur Jaminan Fidusia adalah :
  1. Adanya Hak Jaminan;
  2. Adanya Objek, yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan.
  3. Benda menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia; dan
  4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
LATAR BELAKANG TIMBULNYA LEMBAGA FIDUSIA
Latar belakang timbulnya lembaga fidusia menurut paparan para ahli adalah karena ketentuan undang-undang yang mengatur tentang lembaga Gadai (pand) mengandung banyak kekurangan, antara lain :
  1. Adanya asas inbezitstelling yang mensyaratkan bahwa kekuasaan atas bendanya harus pindah/berada pada pemegang gadai sebagaimana diatur dalam Pasal 1152 KUHPerdata. Ini merupakan hambatan yang berat bagi benda bergerak berwujud karena pemberi gadai tidak dapat menggunakan benda-benda tersebut.
  2. Gadai atas surat-surat piutang, yang dalam pelaksanaannya memiliki kelemahan yaitu :
  3. Gadai kurang memuaskan, karena ketiadaan kepastian berkedudukan sebagai kreditur terkuat, sebagaimana tampak dalam hal membagi hasil eksekusi, kreditur lain, yaitu pemegang hak privilege dapat berkedudukan lebih tinggi daripada pemegang gadai.
DASAR HUKUM
Maksud ditetapkan Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah :
  1. Menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan jaminan fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan;
  2. Memberikan kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi pemberi fidusia;


KELEBIHAN KEKURANGAN
KELEBIHAN GADAI
1.      Dalam gadai barang yang dijaminkan tetap menjadi kepemilikan si pegadai meskipun berada di tangan penerima gadai.
2.      Barang yang digadaikan dapat diambil sewaktu-waktu meskipun belum habis jangka waktu yang ditentukan.
KEKURANGAN GADAI
Pemilik barang wajib mengeluarkan biaya untuk menyelamatkan barang yang digadaikan karena hak kepemilikan berada pada si pegadai
KELEBIHAN FIDUSIA
Pemilik barang lebih diuntungkan dengan jaminan ini karena yang berpindah hanya haknya saja bukan barang yang dijaminkan
KEKURANGAN FIDUSIA
Penerima jaminan hanya menerima hak dari barang yang dijaminkan dan tidak dapat menikmati barangnya hal ini berbanding terbalik dengan gadai.



KESIMPULAN
Jadi penulis menyimpulkan bahwa gadai adalah solusi terbaik apabila seseorang ingin member atau menerima suatu jaminan, karena kedua belah pihak mendapatkan hak yang sama yaitu ;
1.      Pemberi gadai dapat menikmati uang yang dipinjam dari si penerima gadai
2.      Penerima gadai dapat menikmati barang yang digaikan dari si pemberi gadai sesuai dengan perjanjian jaminan tersebut.


Pengaturan mengenai tata cara pemakaian nama dalam perseroan berdasarkanPasal 16 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diatur lebih lanjut dalam suatu Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai pemakaian nama perseroan adalah PP No. 43 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama Perseroan Terbatas (“PP 43/2011”).
  
Dasar hukum:


Mengenai penggunaan nama dalam suatu perseroan, apabila perseroan tersebut dimiliki oleh WNI atau badan hukum Indonesia, maka wajib menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini diatur di dalam Pasal 11 PP 43/2011, yang berbunyi:

“Perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia wajib memakai Nama Perseroan dalam bahasa Indonesia.”

Dengan asumsi bahwa perseroan yang ingin Anda daftarkan adalah perseroan yang dimiliki oleh WNI atau badan hukum Indonesia, maka penggunaan nama untuk perseroan tersebut wajib menggunakan bahasa Indonesia.

Anda mengatakan bahwa nama perseroan Anda akhirnya diterima, namun nama singkatan perseroan kembali mengalami penolakan. Mengenai penolakan terhadap singkatan nama perseroan, maka Anda harus memperhatikan ketentuan Pasal 5PP 43/2011, yang berbunyi:

(1) Nama Perseroan yang diajukan harus memenuhi persyaratan:
a.      ditulis dengan huruf latin;
b.      belum dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau tidak sama pada pokoknya dengan Nama Perseroan lain;
c.      tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
d.      tidak sama atau tidak mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari lembaga yang bersangkutan;
e.      tidak terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak membentuk kata;
f.       tidak mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata;
g.      tidak hanya menggunakan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha sebagai Nama Perseroan; dan
h.      sesuai dengan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan, dalam hal maksud dan tujuan serta kegiatan usaha akan digunakan sebagai bagian dari Nama Perseroan.
(2) Dalam hal Nama Perseroan yang diajukan disertai dengan singkatan, penggunaan singkatan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali huruf e.
(3) Singkatan Nama Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a.      singkatan yang terdiri atas huruf depan Nama Perseroan; atau
b.      singkatan yang merupakan akronim dari Nama Perseroan.

Dengan demikian, agar singkatan nama perseroan dapat diterima oleh Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Anda perlu membuat singkatan yang terdiri atas huruf depan dari nama perseroan Anda, atau yang merupakan akronim dari nama perseroan tersebut.